![]() |
| Karya: M. Riski Febrian |
Anak perempuan itu berlari di pesisir pantai, ia rentangkan tangannya menyerahkan seluruh tubuhnya pada hujan. ia tertawa tak peduli tetesan hujan yang masuk kedalam mulutnya, seketika anak perempuan itu teringat sahabat sejatinya matahari, saat itulah Noor gadis yang kesepian air matanya menetes menyatu dengan hujan.
Hari sudah temaram, sebentar lagi matahari akan pulang. Kaki lincah noor kembali berlari, menuntunnya pada batas vegetasi ia berhenti matanya terpejam dan melepaskan seluruh rindunya dengan hujan. Tak sampai lama Noor berhenti, tiba-tiba tubuhnya merasakan dingin karena hujan terus memeluknya. Tak pikir panjang Noor menyusuri jalan setapak, kaki kecilnya menuju ujung timur pulau tempat ia biasa menyapa sahabat sejatinya
Langkahnya terhenti, ia telah sampai pada tujuan, mata coklatnya memandangi lautan lepas di ujung timur pulau, sempat ia melamun melihat ombak ganas namun Noor teringat pesan dari ibunya “Noor selama kau di ujung tebing tertinggi, lautan yang mengamuk tak akan pernah menyakitimu ”. Noor melepaskan rasa takut dan kembali menatap awan mendung
Dengan perlahan, Noor menarik nafas dan berteriak memanggil sahabatnya “ Matahari kau ada dimana?, apa kau tidak menikmati hujan sepertiku?”. Noor terdiam menunggu sahabatnya muncul , namun awan mendung tak kunjung hilang, noor semakin bingung kenapa sahabatnya tak kunjung terlihat di antara awan gelap.
Beberapa menit sudah berlalu tak ada tanda- tanda sahabatnya muncul, noor kembali memanggil sahabatnya, “ Matahari... aku rindu denganmu, sekarang tubuhku mulai menggigil kedinginan kau ada dimana? ” suaranya semakin serak karena hujan terlalu lama memeluknya sampai akhirnya noor pun terdiam.
Perasaan noor menjadi tidak enak, jantungnya berdegup kencang, mata coklatnya berkaca-kaca, rasa itu kembali, rasa sepi yang selalu menghantui noor dikala ia takut sendirian. Kini nafasnya pun seperti diikat erat dan akhirnya tangisnya pecah lantaran noor tidak bisa menahan sakit di hatinya. Pikiran Noor semakin berantakan, air matanya sudah tak terbendung lagi, tangan noor mencengkram dadanya, semakin erat saat perih itu makin terasa , noor gadis perawan suci itu berakhir sendirian.
Udara semakin dingin, sedangkan noor masih tertunduk lemas menyandarkan punggungnya di bawah pohon,. Ramai suara hujan membuat noor merasa bising, telinganya ditutup, noor kembali berteriak, meskipun suaranya serak tapi ia ingin awan mendung dan hujan pergi darinya, “ Mendung hujan pergilah aku ingin bertemu matahari” kalimat itu terus noor ucapkan berulang-ulang hingga hanya tangis tanpa suara yang bisa ia keluarkan.
Terdengar dari jauh ada suara yang memanggilnya “Noor..... Noor kamu dimana ? hari sudah mulai gelap, mari kita pulang emak sudah buatkan ubi manis dan ikan bakar kesukaanmu”. Suara itu diabaikan karena kalah dengan suara hujan yang terus berbisik di telinganya.
***
Hujan semakin mereda, seorang perempuan paruh baya berada di belakangnya ” Noor.” hanya itu saja yang bisa ia ucapkan lantaran melihat anak gadisnya termenung sendirian, perlahan ia mendekati noor dan memeluknya dengan erat, “ Noor ayo pulang emak sudah buatkan ubi manis dan ikan bakar kesukaanmu” bisiknya. Noor hanya mengangguk, lalu mereka pun beranjak pulang.
Sampailah mereka di sebuah rumah di pinggir hutan, “ Noor keringkan badanmu dulu, emak akan menghangatkan ubi dan ikan bakarnya”, setelah mendengar ubi dan ikan bakar gadis kecil itu pun tersenyum kembali ternyata perut kecil itu sudah lapar sedari tadi, noor pun segera pergi ke kamarnya bergegas mengganti bajunya yang basah untuk menyantap ubi dan ikan bakar kesukaannya, setelah makanan itu sudah siap di meja makannya noor pun keluar dari kamarnya sejenak kesedihan mendalam yang ia rasakan tadi dilupakannya kalah dengan hidangan nikmat yang sudah emak buat. Saat melihat noor kembali ceria, emak kembali tersenyum lebar melihat anaknya menyantap makanannya dengan lahap.
Makanan sudah selesai disantap, noor kecil pun sudah kenyang, “ Noor, jika makanmu sudah selesai pergilah ke depan tungku perapian emak akan menyisir rambutmu” Noor bergegas membereskan meja pergi ke dapur dan duduk di depan tungku kecil. Noor duduk diam melihat api yang membakar kayu, perlahan ia pun kembali melamun sakit di dadanya kembali muncul tak sadar tangannya sudah menggenggam dada yang berdetak semakin keras, kesepian kembali datang.
“Noor, ada apa?” emak tiba-tiba duduk di belakang noor membawa sisir dan menyisir rambut anaknya yang kusut Noor terkejut, lamunannya terpecah, sakit yang ia rasa mendadak terpendam jauh di hati, kain jarik terpaksa ditarik jemarinya. “Kenapa noor bermain dengan hujan? lihatlah rambutmu jadi kusut” sahutnya
Noor hanya tertunduk diam, memegang erat rok jariknya, menahan gejolak dalam hatinya. “ Noor jangan kau ulangi lagi ya, nurut sama emak, karena emak tau yang terbaik buatmu” Lanjutnya.
Noor terdiam, hatinya gelisah bibitnya yang terkunci rapat lantara takut akhirnya terbuka “Mak,kenapa noor tidak punya teman sebaya seperti noor dipulau ini?,” Emak terkejut, tiba-tiba tangannya berhenti menyisir rambut nya, emak terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan anaknya. “mak, kenapa emak selalu diam saat noor bertanya hal ini?” kembali sahutnya.
Emak menghela nafas, ia berpindah duduk ke depan noor , matanya menatap ke arah anak gadisnya “Noor, gadis emak yang tercantik kamu harus sabar ya, ini terbaik buatmu, mungkin sekarang kamu akan sedih tapi percayalah ini terbaik buatmu, kamu akan berterima kasih kepada emak suatu hari nanti” ucap emak
“Mak tau hati noor kesepian, noor ingin teman. kenapa emak tidak pernah mengenalkan noor kepada orang lain seperti noor?” air mata noor tak terbendung lagi jariknya semakin digenggam erat noor yang semula duduk langsung berdiri.
Emak terkejut mendengar pertanyaan noor “ Noor, Duduk,” sautnya dengan nada tegas dan suara pelan, mata emak tetap tegas memandang noor yang berdiri. “mak jawab pertanyaan noor, kenapa noor tidak punya teman seperti noor di tempat ini” ucapannya semakin tak terkendali
“ Kenapa emak selalu bilang jika para manusia seperti kita sudah tidak ada lagi, kenapa emak selalu diam saat noor bertanya?!.” Suara dapur menjadi hening, Noor tersadar sudah membentak emaknya, kakinya mundur selangkah melihat air mata emak menetes dengan masih menatap tegas ke matanya. Noor terdiam duduk, dan menunduk. Jemari yang mulai keriput itu mengusap lembut kepala gadis kesayangannya. “Noor, kamu harus sabar ya nak, emak lebih tahu dunia luar seperti apa” mencium kening noor “sekarang pergilah ke kamar dan istirahatlah” emak hanya bisa tersenyum .
Noor beranjak dari tempat duduknya, ia terdiam berjalan kembali ke kamarnya tanpa menemukan jawaban. Noor membuka kamarnya dengan perlahan hatinya masih kacau lantaran kesepian, ia masuk ke kamar dengan rasa menyesal setelah membentak emaknya, kembali melihat emaknya dari dalam kamar yang masih duduk melamun meneteskan air mata, kembali pedih hatinya lantaran menjadi serba salah. Noor menutup kamarnya dan mengucapkan dalam hatinya “maaf mak, besok noor akan memeluk emak”. Noor kembali Sendiri.
Setelah melihat noor kembali ke kamarnya, emak berdiri keluar dari dapur dan berjalan ke depan kaca di sebelah pintu kamarnya. Emak memandang wajahnya yang sudah mulai menua sudah tak cantik seperti dulu, ia mengusap bekas air matanya yang masih tertinggal, setelah itu ia perhatikan tubuhnya sendiri dari atas sampai bawah,
“ lihatlah tubuhku sudah tak seindah dulu ”
perlahan membuka sedikit bajunya dilihatkan kulit perutnya, masih berbekas luka sayatan, emak menarik nafas dalam-dalam, mengelus lukanya dan memandangi wajahnya sendiri di depan kaca
“demi kebaikanmu noor, maafkan emak” ucapnya perlahan.

Posting Komentar